PERGESERAN PARADIGMA KEBERAGAMAAN DI ERA NEW NORMAL
Studi Atas Dinamika Spiritualitas Masyarakat Muslim Perkotaan di Indonesia
Penulis:
Raden
Cecep Lukman Yasin, Ph.D
Dr. Hj.
Rahmawati Baharuddin, MA
Dr. Mohammad Samsul Ulum, MA
Harga:
Rp. 64.000
Pemesanan :
Agama sejatinya memang identik
dengan kerumunan. Dalam Islam hampir seluruh ritual dianggap lebih afdal jika
dilakukan secara berjamaah, terutama dalam ibadah mahdah yang lebih menekankan
hubungan batin antara hamba dengan Allah. Himbauan pemerintah untuk
menghilangkan crowd ritual karena pandemi Covid-19, hanya dianggap
sebagai religious restriction.
Salah seorang filosof
Italia, Giorgio Agamben, menyebutkan bahwa pembatasan oleh negara dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk kegiatan agama, adalah kebijakan kalut dan
irasional. Religiositas naif ini menjadikan mereka hanya sekedar menjalankan
ajaran agama karena sudah menjadi tradisi dan kebiasaan belaka.
Mereka beranggapan
bahwa praktik beragama tidak lagi memerlukan terobosan. Menurut pandangan
mereka, kebiasaan beragama tidak boleh lagi dipermasalahkan, diperdebatkan dan
didiskusikan. Artinya karakteristik agama sebagai enabler telah dikesampingkan.
Problem dari
religiositas yang naif ini adalah kesulitan untuk meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan lama. Tradisi beragama menjadi taken for granted,
tidak bisa lagi dipersoalkan dan dipertanyakan. Pada tingkat tertentu tradisi
beragama yang menjadi kebiasaannya akan dipeluk secara emosional.
Itulah mengapa pada
saat terjadi pandemi ini, ada orang yang merasa tidak nyaman meninggalkan salat
Jumat, meskipun telah diberi tahu bahwa ada fatwa MUI yang membolehkan salat
zuhur di rumah. Dan buku ini, mencoba memotret arah Pergesesan Paradigma
Keberagaman Spiritualitas Masyararakat di era ner normal, khususnya masyarakat
perkotaan.